Sebagai seorang pegawai, akan datang suatu masa di mana jasa dan keahlian kita tidak diperlukan lagi. Dan ketika saat itu tiba, maka tak terasa kita sudah menghabiskan sekian belas atau bahkan puluhan tahun berkerja untuk perusahaan.
Di awal-awal masa pensiun, biasanya semua terlihat indah dan mengasyikan. Dengan jumlah pesangon yang diterima dan akumulasi uang yang ditabung, seorang pensiun merasa akan baik-baik saja dan bisa fokus pada hal-hal yang disukainya. Umumnya tak jauh-jauh dari mengurus cucu dan beraktivitas untuk mengisi waktu luangnya.
Meskipun terdengar menyenangkan, tapi seorang pensiun akan tetap membutuhkan sumber dana untuk menunjang kehidupannya tersebut. Ini biasanya diambil dari uang pesangon dan tabungan yang dimilikinya.
Tapi bagi seorang pensiunan yang hanya mengandalkan uang pesangon dan simpanan untuk menunjang hidupnya, maka hampir dipastikan dirinya akan bertambah, maaf, “miskin” seiring dengan bertambahnya usia.
Penyebabnya sederhana saja, uang tabungan terus menipis sedangkan pemasukan sudah tidak ada lagi. Padahal biaya kebutuhan hidup bagi orang yang sudah tua akan semakin mahal, terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan.
Bagi mereka yang lebih siap, mereka mungkin sudah memiliki portofolio investasi di pasar saham, obligasi, dan sebagainya. Atau, bisa juga sudah memiliki sejumlah properti atau aset yang bisa digunakan sebagai sumber dana pasif. Misalnya saja kontrakan atau lahan yang disewakan.
Dengan kondisi seperti itu, maka sumber dana pensiunan yang bersangkutan tidak terbatas pada apa yang telah diberikan perusahaan ataupun dari simpanannya saja.
Tapi mari kita lebih realistis.
Bagi sebagian besar pegawai di tanah air, portofolio investasi ataupun kepemilikan aset besar adalah sebuah kemewahan yang cuma bisa dimiliki oleh sebagian kecil pegawai saja. Oleh karenanya, kita perlu pendekatan yang lebih membumi.
Sebagai salah satu sumber dana di masa pensiun nanti, punya usaha kecil dan rumahan adalah salah satu cara yang paling masuk akal. Metode ini lebih logis karena besar kecilnya bisa disesuaikan dengan keahlian dan kemampuan finansial pegawai yang bersangkutan.
Contoh, tak semua pegawai punya kemampuan untuk punya portofolio investasi di pasar saham. Tapi hampir semua pegawai bisa punya bisnis katering skala kecil dan rumahan.
Tak semua pegawai berada di posisi puncak manajemen sehingga mudah baginya untuk membeli properti yang kelak akan disewa-sewakan. Tapi hampir semua pegawai bisa jualan pakaian dari rumah secara online.
Walau mungkin sekarang terlihat kecil dan tidak seberapa, namun usaha kecil dan rumahan tetap punya potensi untuk tumbuh, berkembang, dan bisa dimiliki oleh hampir semua pegawai dari berbagai golongan.
Untungnya lagi, dengan kita memiliki usaha, kita bisa mewariskan “mesin uang” kepada pasangan ataupun keturunan saat kita wafat nanti. Selama dikelola dengan baik, maka mesin uang ini dapat memberikan jaminan income yang lebih baik kepada mereka.
Berbeda dengan apabila kita hanya mewariskan harta. Pasti habis karena terus dikonsumsi.
Saya pribadi melihat bahwa usaha kecil dan rumahan merupakan titik awal yang baik untuk mempersiapkan diri di masa pensiun. Selama dikelola dengan baik, maka usaha kecil dan rumahan bisa menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan untuk masa depan.
Yang penting sekarang adalah menyusun rencana dan segera memulai untuk memiliki usaha sendiri.
Apapun jenis dan ukuran bisnis yang dipilih, asal kita bisa komitmen dan tekun untuk menjalankannya, saya yakin usaha tersebut akan berkembang dengan baik. Mumpung sekarang kita masih punya kemampuan untuk mejadikan hal tersebut kenyataan. Iya kan?
Nah, kalau pendapat Anda sendiri bagaimana?