
Gaya hidup ngawur yang melanda masyarakat kalangan menengah atas atau sebaliknya meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat, secara tidak langsung, memicu meningkatnya permintaan akan belimbing, terutama Belimbing Dewi, dari tahun ke tahun. Itu artinya, Belimbing Dewi bukan sekadar belimbing dan memiliki prospek cerah.
Dalam dunia belimbing, diketahui bahwa buah yang jika dipotong menyerupai bentuk bintang ini memiliki sembilan varietas. Tapi, kemungkinan masyarakat hanya mengenal Belimbing Dewi dan Belimbing Dewa yang konon asli dari Depok.
Namun, kendati sama-sama belimbing, Belimbing Dewi lebih ngetop ketimbang Belimbing Dewa. Padahal, Belimbing Dewa justru lebih berserat. Kepopuleran Belimbing Dewi tampak dari keberadaannya yang memenuhi seluruh pasar swalayan di Jakarta, khususnya. Bahkan, saking ngetopnya belimbing yang satu ini, “saudaranya” yaitu Belimbing Blitar sering disamarkan sebagai Belimbing Dewi agar bisa masuk ke pasar swalayan.
“Belimbing Dewi memiliki kandungan air lebih tinggi daripada delapan varietas belimbing lain. Sehingga, ia lebih tahan lama. Dalam ruangan sejuk, ia mampu mempertahankan kesegarannya hingga satu minggu. Sedangkan yang lain, hanya 2−3 hari. Kadar air yang tinggi itu pula, yang membuatnya lebih berbobot ketimbang yang lain. Di samping itu, rasanya lebih manis,” jelas Komarudin, petani Belimbing Dewi di kawasan Depok.
Sedangkan secara bisnis, Belimbing Dewi memiliki prospek bagus. Buktinya, buah yang disebut star fruit oleh orang bule ini merupakan satu-satunya buah lokal yang harganya hampir menyamai buah-buahan impor. “Tidak pernah kurang dari Rp10 ribu/kilogram!” tegas Komar, begitu ia akrab disapa.
Secara umum, sebagai tanaman keras, pohon belimbing termasuk yang paling cepat berbuah. “Pohon belimbing dapat dipanen untuk pertama kalinya ketika berumur dua tahun. Dan, dalam satu kali panen bisa diperoleh 20−30 kg,” kata Komar, yang setiap kali panen mampu mengumpulkan 12−14 ton. Bahkan, 20 ton bila cuacanya pas. Padahal, pohon ini dapat dipanen hingga empat kali per tahun (dengan syarat memiliki sumber air yang cukup dalam perawatannya, red.) dan mampu bertahan hidup 25−30 tahun. Bahkan, dipercaya tidak pernah mati. Karena, selalu tumbuh tunas dan akar baru.
Sementara dalam budidayanya, pohon belimbing dapat ditumbuhkan baik dengan okulasi maupun menanam bijinya. Selain itu, bisa ditanam di lahan yang terletak di ketinggian 300−400 m di atas permukaan laut, seperti Depok dan Cibinong.
Sayangnya, dalam pemasarannya, Komar melanjutkan, terhalang oleh tengkulak dan tidak ada campur tangan pemerintah sama sekali “Saya pernah berusaha memotong jalur mereka dengan melalui jalan belakang. Tapi saya terhalang lagi oleh ketidakmampuan petani belimbing memasok secara teratur ke berbagai swalayan. Mengingat, kebun mereka tidak cukup luas. Dari hasil pengamatan saya, untuk dapat memenuhi pesanan secara kontinyu, minimum seorang petani harus memiliki lahan seluas 5 ha. Untuk petani di Depok—meski wilayah ini merupakan sentra Belimbing Dewi—hal ini jelas-jelas tidak mungkin,” ujar pemilik kebun seluas 5000 m² dengan 120 pohon Belimbing Dewi ini.
Namun, pria yang memasok Belimbing Dewinya baik secara langsung ke toko buah-buahan di Depok dan Muara Karang maupun melalui supplier ke Semarang, Yogyakarta, dan Bali ini, belum menyerah. Satu upaya lain yang juga pernah ia lakukan yaitu dengan menyewa lahan di luar kota. Ironisnya, belimbing sudah habis dipanen orang-orang tidak bertanggung jawab, sebelum pemiliknya memanen. Tapi, apa pun sisi buah simalakama pada Belimbing Dewi, sisi positifnya yaitu secara bisnis, buah ini sangat menjanjikan!